Data
BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2012 bila
dibandingkan triwulan III-2011 tercatat sebesar 6,17% (yoy :”tabel II”) dan secara kumulatif mencapai sebesar 6,29% bila
dibandingkan periode yang sama tahun 2011 (ctc). Besaran PDB atas dasar harga berlaku secara
kumulatif pada triwulan III-2012 mencapai sebesar Rp. 6.151,6 triliun. Bank Indonesia memperkirakan bahwa
pertumbuhan pada triwulan IV-2012 akan mencapai 6,2%, sehingga pertumbuhan
untuk keseluruhan tahun 2012 akan mencapai sekitar 6,3%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan
trend yang terus meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia sejak triwulan II-2012 merupakan pertumbuhan terbesar kedua
di Dunia setelah China yang meskipun mencatat angka 7,7% namun trendnya menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya ( Firmanzah, 2012 ). Dengan demikian tingkat
pertumbuhan Indonesia kembali berada di atas rata- rata tingkat pertumbuhan
dunia yang pada tahun 2012 diprediksi sebesar 3,5%.
Terlihat dalam Grafik dan Tabel I, dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan
ekonomi Indonesia sangat stabil di kisaran 5,5% ± 1% dengan pertumbuhan rata-
rata sebesar 6,11%. Sejak tahun 2007 hingga 2012, tingkat pertumbuhan hampir
selalu di atas 6% dengan pengecualian tahun 2009 ( 4,6%) sejalan dengan krisis
ekonomi global akibat kegagalan sektor kredit properti ( subprime mortage crises ) dimana sebagian besar negara mengalami
pertumbuhan minus. Trend tersebut
berbeda bila dibandingkan dengan Singapura yang memiliki tingkat pertumbuhan
rata- rata sebesar 6,55%, namun fluktuasinya sangat tinggi mulai dari 14,7% (
2010 ) setelah mengalami kontraksi -1,3% ( 2009 ). Demikian pula halnya dengan
Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam yang tidak lepas dari imbas krisis global
tahun 2009, sehingga turut mengalami pertumbuhan yang minus. Pertumbuhan ekonomi Vietnam memang menunjukkan tingkat yang
selalu lebih tinggi dibandingkan Indonesia dari periode 2002 hingga 2010, namun
terlihat mulai mengalami overheating
dan melambat pertumbuhannya. Sedangkan Myanmar dengan skala perekonomiannya
yang masih terbatas dapat mencapai pertumbuhan di atas 10% ( double digit ) pada periode 2002 hingga
2007 dan di masa mendatang berpotensi untuk terus tumbuh sejalan dengan
reformasi dan keterbukaan politik yang ditempuh oleh Pemerintah Myanmar.
Ketahanan ekonomi Indonesia terhadap
imbas krisis keuangan global tidak terlepas dari karakteristik ekonomi nasional
yang ditopang oleh konsumsi domestik dan pembentukan modal tetap bruto ( investasi ). Hingga triwulan III-2012
seperti pada Tabel II, Produk Domestik Bruto ( PDB ) Indonesia
didominasi oleh pengeluaran Konsumsi Masyarakat (54,8%), diikuti oleh PMTB
(37,58%), pengeluaran Pemerintah (8,2%). Tekanan pelemahan ekonomi global
berimbs pada penurunan harga komoditas ( seperti batubara, nikel, tembaga, dan
CPO ) dan pengurangan permintaan dari negara tujuan ekspor telah menyebabkan
melambatnya kinerja ekspor nasional dan terjadi defisit ekspor terhadap impor
sebesar -0,6% dari PDB. Meskipun kinerja ekspor secara nominal terus meningkat
(23,1% dari PDB), namun kebutuhan impor barang modal dan bahan baku/ antara
kebutuhan produksi yang terus meningkat (23,7% dari PDB) telah menyebabkan
neraca perdagangan mengalami defisit (minus).
Kinerja perekonomian pada triwulan
III-2012 meningkat 3,12% dibandingkan triwulan sebelumnya ( II-2012 ), yang
berarti lebih besar dibandingkan peningkatan pada triwulan II-2012 terhadap
triwulan I-2012 sebesar 2,80% (qtq).
Komponen PMTB tumbuh sebesar 2,94% (qtq),
diikuti Konsumsi Masyarakat sebesar 2,71%. Sedangkan komponen pengeluaran yang
mengalami penurunan adalah Pengeluaran Pemerintah (-0,07%), Ekspor (-0,21%),
serta Impor (-8,36%). Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun
2011, laju pertumbuhan komponen pengeluaran PMTB mencapai 10,02% dan komponen
konsumsi masyarakat mencapai 5,68%.
Dari sisi lapangan usaha, seluruh
sektor perekonomian Indonesia pada triwulan III-2012 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq).
Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor Pertanian (6,15%), sektor Pengangkutan
dan Komunikasi (4,20%), sektor Industri (3,99%), dan sektor Konstruksi (3,79%).
Sedangkan jika dibandingkan dengan periode triwulan yang sama tahun 2011 (yoy), maka terdapat 5 sektor yang
memiliki pertumbuhan melebihi anka pertumbuhan PDB (6,17%), terutama sektor-
sektor yang padat modal, seperti: sektor Pengangkutan dan Komunikasi (10,48%),
sektor Kontruksi (7,98%), sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan (7,41%),
sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (6,91%). Sedangkan sektor yang
berpotensi padat karya yang dapat tumbuh di atas pertumbuhan PDB hanyalah
sektor Industri (6,36%). Di sisi lain, sektor Pertambangan yang padat karya
menjadi satu- satunya sektor yang mengalami pertumbuhan minus (-0,09%) akibat dampak dari penurunan peermintaan global.
Stabilitas perekonomian nasional
sepanjang tahun 2012 tercermin pula dari tingkat inflasi (Grafik II) yang
mencapai 4,3%, atau sedikit diatas tingkat inflasi 2011 (3,8%). Tingkat inflasi
yang stabil di koridor target Pemerintah dan BI (4,5% ± 1%) didukung oleh
inflasi kelompok volatile foods yang
rendah dan Inflasi Inti yang terkendali dengan rendahnya Imported Inflation sejalan dengan penurunan harga komoditas pangan
dan energi global. Meskipun ekspektasi Inflasi sempat berfluktuasi akibat
wacana kenaikan BBM pada semester awal tahun 2012, namun administered prices tetap terkendali seiring dengan tidak adanya
kebijakan kenaikan BBM.
Peningkatan pendapatan per kapita
menjadi US$ 3.660 ( Tabel III ) membuat Indonesia masuk ke dalam kategori
negara berpendapatan menengah, dimana pertumbuhan ekonominya tidak lagi dapat
bergantung kepada sumber daya alam dan alokasi tenaga kerja murah ( resources and low cost-driven growth )
namun harus mampu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dengan
memanfaatkan modal fisik dan sumber daya manusia terampil ( productivity-driven growth ), agar
pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak stagnan dan terhindar dari jebakan negara
berpendapatan menengah ( middle income
trap ). Melalui program MP3EI ( Master Plan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia ) yang telah berjalan sejak tahun 2011,
Pemerintah terus mempercepat pengembangan berbagai program pembangunan untuk
mendorong peningkatan nilai tambah sektor- sektor unggulan ekonomi, pembangunan
infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan Iptek. Selain itu
Pemerintah juga mendorong perluasan pembangunan ekonomi Indonesia agar efek
positif dari pembangunan ekonomi Indonesia dapat dirasakan di semua daerah dan
oleh seluruh komponen masyarakat. Diproyeksikan investasi yang dialokasikan
untuk kegiatan proyek MP3EI pada tahun 2013 akan berjumlah Rp. 545,53 triliyun
untuk 82 proyek infrastruktur dan 64 proyek di sektor riil yang menyebar di
semua 6 koridor ekonomi, dengan porsi terbesar di koridor Papua- Maluku (37,5%)
dan koridor Jawa (21,22%).
Dari
kinerja perekonomian nasional tahun 2012 dengan ketahanan dan kesinambungan
pertumbuhan di tengah perekonomian global yang masih belum menentu, maka
perekonomian nasional tahun 2013 memiliki potensi besar untuk terus tumbuh dan
mencapai target makro ekonomi, seperti tingkat pertumbuhan sebesar 6,8% dan
tingkat inflasi sebesar 4,9%. Kekuatan pasar domestik dan arus investasi yang
semakin meningkat seiring dengan pengakuan rating Investment grade oleh lembaga pemeringkat Internasional seperti
S&P, Moody dan Fitch, merupakan modal utama pertumbuhan.
Prospek Indonesia sebagai negara dengan perekonomian
nomor 16 di Dunia, nomor 4 di Asia setelah China, Jepang, dan India, serta
terbesar di Asia Tenggara, semakin menjanjikan dengan melimpahnya sumber daya
alam, pertumbuhan konsumsi swasta dan Iklim Investasi yang kondusif. Namun ke
depan masih terdapat tantangan besar untuk meningkatkan daya saing ( competitiveness ) yang saat ini berada pada peringkat 50 dari
144 negara, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan infrastruktur,
kesehatan dan pendidikan, efisiensi pasar tenaga kerja, penguasaan teknologi
dari inovasi, serta kelembagaan.
Penyelesaian pemulihan krisis ekonomi di
kawasan Eropa dan AS masih akan menghambat ekspansi pertumbuhan ekspor.
Pelemahan nilai tukar yang semakin berlanjut pada awal tahun 2013 hingga
mendekati Rp. 10.000/ US$ di satu sisi membuat tenaga produk ekspor Indonesia
bertambah kompetitif dan sisi lain dapat menahan pembelian domestik terhadap
produk impor yang harganya semakin tinggi. Dari itu, nilai tukar rupiah harus
dijaga agar tidak menembus angka psikologis, mengingat kondisi perekonomian ke
depan masih dibayang- bayangi dengan ancaman kenaikan harga minyak dunia.
Beban
alokasi subsidi energi dalam APBN TA 2013 yang mencapai Rp. 274,7 triliyun (
subsidi BBM Rp. 193,8 triliyun dan subsidi listrik Rp. 80,9 triliyun )
berpotensi untuk bertambah apabila konsumsi BBM melebihi pagu 46 juta kl dan
tidak dilakukan penyesuaian harga. Selain itu keterbatasan produksi minyak
dalam negeri ( lifting minyak tahun 2012 hanya mencapai 861 ribu barel per
hari) menyebabkan Indonesia lebih banyak mengimpor BBM ( net Importer ). Nilai Impor BBM setiap tahunnya sangat besar, yaitu
US$ 28 milliar pada tahun 2011 (yang merupakan nilai komoditas impor terbesar
dalam neraca perdagangan Indonesia) dan berjumlah US$ 26 milliar hingga
november 2012 atau sementara menempati nomor 2 terbesar di bawah Impor mesin
dan peralatan mekanik ( US$ 26,2 milliar ) sehingga berpotensi untuk kembali
menjadi komoditas Impor terbesar pada penghujung tahun 2012 ( Basri, 2013 ). Di
sisi lain administered Inflation sudah
pasti akan meningkat akibat kebijakan kenaikan harga listrik sebesar 15% (
secara bertahap/triwulan) dan kenaikan upah minimum provinsi (UMP). Akhirnya,
berbagai potensi dan peluang perekonomian yang ada harus dimanfaatkan dengan
maksimal dan didukung dengan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang prudential, transparent dan accountable untuk memperluas penciptaan
lapangan pekerjaan dan mempercepat tingkat penurunan angka kemiskinan yang pada
bulan September 2012 tercatat sejumlah 28,59 juta orang (11,66%) atau telah
menurun dibandingkan akhir tahun 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36%).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar